Our Blog

Biak "Area 51" Indonesia: Menuju Wisata Antariksa

IPTEK
BIAK MENUJU BANDARA ANTARIKSA

Indonesia dan Rusia sepakat membangun bandara antariksa di Pulau Biak, Papua, guna meluncurkan satelit dari pesawat terbang yang dikenal sebagai ”air launch system”. Kerja sama ini merupakan upaya meningkatkan daya saing global dalam layanan jasa peluncuran satelit.

Presiden Rusia Vladimir Putin akan berkunjung ke Indonesia tahun ini untuk menandatangani kerja sama tersebut bersama Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Ini akan menjadi peristiwa sangat bersejarah bagi kedua negara.

Kerja sama bilateral tersebut merupakan kesempatan emas Indonesia untuk meningkatkan kemampuan teknologi antariksa. Kemampuan Rusia (dulu Uni Soviet) dalam teknologi antariksa tak diragukan lagi.

Dalam kerja sama air launch system (ALS), Bandara Frans Kaiseppo Biak akan memberikan Rusia kemampuan daya saing tinggi dalam layanan peluncuran satelit. Terutama, satelit-satelit komunikasi, navigasi, penginderaan jauh pada berbagai ketinggian orbit dan inklinasi.

Pesawat terbang

Sistem peluncur wahana antariksa dari pesawat terbang (ALS) bukan teknologi baru. Pada 5 April 1990, Orbital Sciences Corporation (AS) berhasil meluncurkan roket Pegasus ke antariksa dari pesawat NASA B-52 pada ketinggian lebih kurang 11.000 kilometer. Keberhasilan ini menandai era baru peluncuran satelit dari udara.

Selama sepuluh tahun berikutnya, ALS Orbital Sciences berhasil menempatkan lebih dari 70 satelit kecil berbobot hingga 500 kilogram ke orbit rendah dari pesawat L-1011 ”Stargazer”.

Studi kelayakan ALS dijajaki Rusia sejak 1998 melalui Air Launch Aerospace Corporation (ALAC). Pesawat kargo raksasa Antonov An-124 dipilih sebagai pangkalan peluncuran roket.

Pesawat An-124 memiliki panjang 68,96 meter, tinggi 20,78 meter, dan bentang sayap 73,3 meter. Dalam keadaan kosong bobotnya 175 ton dan mampu mengangkut muatan hingga 150 ton. An-124 menggunakan empat mesin turbofan Lotarev D-18T bertenaga besar. Kecepatan jelajah maksimum adalah 865 kilometer per jam, ketinggian maksimum 12.000 meter dengan jarak tempuh 4.500 kilometer.

Pesawat An-124 100AL dirancang mampu mengangkut roket dua tingkat Polyot yang tingginya 32,5 meter dan diameter 3,2 meter. Dalam kondisi berisi bahan bakar kerosin dan oksigen cair, bobot roket mencapai 150 ton.

Roket Polyot mampu mengorbitkan satelit berbobot empat ton pada ketinggian 200 kilometer di atas khatulistiwa. Bobot muatan ini menurun bila kemiringan orbit terhadap khatulistiwa meningkat. Untuk misi dengan orbit sangat lonjong, muatan yang dapat diluncurkan seberat 1,1 ton. ALS Rusia juga mampu mengirimkan pesawat berbobot 600 kilogram untuk misi ke Bulan atau ruang antarplanet.

Bandara antariksa

Lokasi Biak sangat strategis, berada dekat garis khatulistiwa (0 derajat 11 menit 31 detik lintang selatan) dan menghadap lautan Pasifik. Kondisi ini menarik minat Rusia bagi pengoperasian ALS. Keuntungan peluncuran satelit dari kawasan khatulistiwa yaitu dapat memanfaatkan kecepatan rotasi Bumi. Selain itu, satelit dapat diluncurkan dengan kemiringan orbit 0-115 derajat terhadap khatulistiwa.

ALS sangat fleksibel. Persyaratan utamanya adalah landasan pesawat sepanjang 3.000 meter sehingga pesawat An-124 bisa tinggal landas dan kembali setelah peluncuran satelit. Bandara Frans Kaiseppo memiliki panjang landasan 3.570 meter sehingga memenuhi persyaratan ini.

Kegiatan pembangunan Bandara Antariksa Biak dimulai tahun depan selama tiga tahun. Kegiatan itu antara lain pembangunan fasilitas integrasi roket dan satelit, pemeliharaan satelit, fasilitas checkout, fasilitas pengendali misi, serta fasilitas pendukung lainnya.

Persiapan peluncuran meliputi pengiriman roket Polyot tanpa bahan bakar dari Rusia ke Biak. Roket dan satelit diintegrasikan dan dites di Bandara Antariksa Biak. Menjelang operasi peluncuran, roket dimasukkan ke pesawat An-124 100AL dan diisikan bahan bakar. Selanjutnya, pesawat tinggal landas menuju suatu titik di khatulistiwa di sebelah utara Biak.

Pada ketinggian 11.000 meter, An-124 melepaskan Polyot melalui pintu belakang ruang muatan. Sebuah parasut mengembang sekitar 2,7 detik setelah pelepasan, yang berfungsi mengubah posisi roket agar mengarah vertikal. Lebih kurang 3,3 detik berikutnya mesin roket tingkat pertama menyala. Ketika itu pesawat berada pada jarak aman sekitar 350-400 meter.

Pusat pengendali misi di Rusia memantau dan mengendalikan proses peluncuran menuju orbit final. Setelah roket tingkat satu dilepaskan, roket tingkat dua mendorong satelit ke orbit rendah (300-400 kilometer). Roket tingkat atas (upper stage) kemudian menempatkan satelit ke orbit lebih tinggi, misalnya orbit geostasioner. Seusai peluncuran, pesawat An-124 100AL kembali ke Bandara Antariksa Biak.

Kerja sama Indonesia-Rusia dalam Eksplorasi dan Pemanfaatan Ruang Angkasa untuk tujuan damai difasilitasi Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan), Direktorat Eropa Tengah dan Timur, serta beberapa departemen. Dalam kerja sama ini, perusahaan nasional PT Air Launch Aerospace Indonesia (ALAI) akan dilibatkan dalam pembangunan fasilitas Bandara Antariksa Biak serta kegiatan peluncuran satelit.

Diharapkan, cukup banyak personel Indonesia akan mendapatkan pelatihan untuk pengoperasian ALS Biak. Sehingga seusai kerja sama, yang direncanakan berlangsung selama 18 tahun (bisa diperpanjang), ALS Biak masih tetap beroperasi dan ditangani sebagian besar oleh tenaga ahli Indonesia.

BACHTIAR ANWAR
Peneliti Bidang Aplikasi Geomagnet dan Magnet Antariksa, Lapan

SULTAN KARO Designed by Templateism | Blogger Templates Copyright © 2014

Gambar tema oleh richcano. Diberdayakan oleh Blogger.