Our Blog

Pesantren Raudhatul Hasanah: Bertaraf Internasional

Model Pengajaran Kurikulum Berbasis Kompetensi pada Pesantren Raudhatul Hasanah Medan



Usiono



The implementation of Competency-Based Curricula in 2004 was to provide real experience to students in their learning process to attain life skills. This new approach in education has been in practice in many schools, public or private, and for any level of education, Pesantren with no exception. This research aims at describing the whole process of the implementation of the new curricula in Pesantren Raudhatul Hasanah Payabundung Medan. Using a qualitative approach, the author elaborates the teaching approach used by the practitioners in the pesantren, methods, techniques, and media. In addition, he also identifies the obstacles the teachers might have with the new curricula. Data about those aspects were analyzed by using Huberman’s technique. The finding suggests that Pesantren Raudhatul Hasanah Payabundung Medan has not formally been applying the new curricula. However, as the mission of the Pesantren is in line with the main goal of the new curricula, i.e. to create self-dependent students, it has given practical experiences to their students in their learning process. This is especially true for English and Arabic subjects, for which students are obliged to practice both languages in their daily activities.



Term Kunci: Kurikulum, Kompetensi, Pengajaran



Sesuai dengan perkembangan pendidikan modern di berbagai lembaga pendidikan, termasuk di lingkungan pesantren sekarang ini dikembangkan Kurikulim Berbasis Kompetensi (KBK). KBK dikembangkan untuk meningkatkan kualitas lulusan agar lebih memiliki daya saing (Competitiveness). Lulusan Pesantren yang Competitiveness tercermin dari perilaku santri yang berakhlaqul karimah, yang tidak hanya sekedar santri dapat membedakan baik-buruk tetapi lebih dari pada itu akhalaqul karimah dapat tercermin dalam pribadi yang mandiri, luhur, jujur, disiplin, bertanggung jawab, tidak pamrih, cinta ilmu, cinta kemajuan, kritis, dan suka bekerja keras.

Kurikulum 2004 sering disebut dengan kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). Kurikulum Berbasis Kompetensi ini merupakan paradigma baru dalam dunia pendidikan nasional yang diharapkan dalam implementasinya dapat menjawab permasalahan yang dihadapi dunia pendidikan mulai dari tingkat Pendidikan Dasar (SD), Pendidikan Menengah (SMU), dan Perguruan Tinggi termasuk di dalamnya pendidikan Pesantren.

Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) merupakan seperangkat rencana dan pengaturan tentang kompetensi dan hasil belajar yang harus dicapai oleh santri, penilaian kegiatan belajar mengajar dan pemberdayaan sumber daya pendidikan dalam pengembangan kurikulum sekolah. Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) dikembangkan untuk memberikan keterampilan dan keahlian bertahan hidup dalam perubahan pertentangan, ketidak pastian, dan kerumitan dalam kehidupan.

Pelaksanaan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) diupayakan untuk memudahkan guru dalam menyajikan pengalaman belajar. Hal ini, karena Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) sejalan dengan prinsip belajar sepanjang hayat yang mengacu kepada empat pilar pendidikan universal sebagaimana yang telah direkomendasikan UNESCO, yaitu: (1) Belajar mengetahui (Learning to Know), (2) Belajar melakukan (Learning To Be) (3) Belajar menjadi diri sendiri (Learning To Live Together). Pada sisi yang lain, tujuan utama penerapan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK), adalah memberdayakan sekolah dalam kompetensi yang akan disampaikan kepada santri sesuai dengan limgkungan yang ada. Hal ini sebagai salah satu perwujudan dari realisasi Manajemen Berbasis Sekolah atau lazim disebut School Based Management. Oleh karena itu, implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi memerlukan persiapan yang sistematis dan berkelanjutan.

Sudah menjadi tekad pemerintah dalam hal ini melaksanakan kurikulum tersebut sebagai suatu upaya meningkatkan kualitas pwendidikan nasional yang jauh tertinggal dengan negara-negara lain. Hal tersebut dapat dibuktikan dari imformasi yang disampaikan oleh United Nation Development Program (UNDP: 2000), dimana Human Development Index (HDI) Indonesia berada pada tingkat 109, telah didahului oleh Vietnam yang berada di peringkat 108, sementara Cina di peringkat 99, Sri Langka 84, Pilipina 77, Thailand 76, Malaysia 61, dan Singapura 24, dalam HDI ini, negara Kanada berada pada posisi paling atas di dunia, dan Jepang terbaik di Asia (Agustiarsyah Nur, 2000).

Pelaksanaan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) di setiap tingkatan pendidikan nasioanal sampai saat ini terus dilakukan dengan merata. Bahkan pemerintah terus melakukan berbagai sosialisasi dan kegiatan dalam rangka menyebarluaskan KBK pada masyarakat. Pengembangan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) mempunyai beberapa keunggulan dibandingkan dengan model-model lainnya . keunggulan tersebut adalah:

Pertama. Pendekatan ini bersifat alamiah (kontekstual) karena bertitik tolak, berfokus, dan bermuara pada hakikat santri untuk mengembangkan berbagai kompetensi sesuai dengan potensinya masing-masing. Dalam hal ini, santri merupakan subjek belajar, dan proses belajar berlangsung alamiah dalam bentuk bekerja dan mengalami berdasarkan standar kompetensi tertentu, bukan transfer pengetahuan.

Kedua. Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) boleh jadi mendasari pengembangan kemampuan-kemapuan lain. Penguasaan ilmu pengetahuan, dan keahlian tertentu dalam suatu pekerjaan, kemampuan memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari, serta pengembangan aspek-aspek keperibadian dapat dilakukan secara optimal berdasarkan stadar kompetensi tertentu.

Ketiga. Ada bidang-bidang studi tertentu yang dalam perkembangannya lebih tepat menggunakan pendekatan kompetensi terutama yang berkaitan dengan keterampilan.

Dalam berbagai segi, Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) memiliki persamaan dengan pembelajaran model Contextual Teaching for Learning (CTL). CTL pada dasarnya adalah konsep pembelajaran yang bertujuan untuk membekali santri dengan pengetahuan yang nantinya secara fleksibel dapat diterapkan dari suatu permasalahan kepermasalahan lain atau dari suatu konteks ke konteks yang lain. Sehingga pemahaman santri terhadap suatu persoalan tidak terhenti pada satu titik jawaban saja, melainkan bisa berkembang pada suatu pola pemikiran yang lebih luas dan mendalam lagi.

Sejalan dengan pendapat di atas, menurut Nurahadi (2003: 1), menyatakan bahwa pendekatan kontekstual (Contextual Teaching and Learning) merupakan konsep belajar yang membantu guru menghubungkan antara materi yang akan diajarkan dengan situasi dunia nyata dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat. Dengan konsep tersebut, hasil pembelajaran diharapkan lebih bermakna bagi santri. Proses pembelajaran berlangsung secara alamiah dalam bentuk kegiatan santri bekerja dan mengalami, bukan transfer pengetahuan dari guru ke santri tersebut. Strategi pembelajaran lebih dipentingkan dari pada hasil. Dalam konteks itu, santri perlu mengerti dengan baik makna belajar, apa manfaatnya, dalam status apa mereka, dan bagaimana mencapainya.

Berdasarkan uraian dan penjelasan di atas, mengindikasikan bahwa Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) lebih mengedepankan aspek dan kemampuan yang dimiliki santri agar sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangan secara optimal. Namun dalam hal penerapannya, Kurikulum Berbasis Kompetensi ini masih banyak mengalami hambatan-hambatan di dalam proses belajar mengajar terutama hal ini sangat berkaitan erat dengan kemampuan atau kompetensi yang dimiliki oleh seorang guru tersebut. Penanggulangan berbagai hambatan yang terjadi di dalam dunia pendidikan berkaitan dengan penerapan KBK di Pesantren akan mempercepat peningkatan prestasi belajar santri, demikian sebaliknya. Sebagai hipotesis awal dapat diajukan bahwa kendatipun sampai saat ini pemerintah telah berupaya semaksimal mungkin mensosialisasikan dan melaksanakan berbagai kegiatan, antara lain melalui seminar, short training, workshop, penataran dan lain-lain tentang penerapan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) ini, ternyata hasilnya belum menunjukkan pada tingkat yang signifikan.

Hasil pengamatan peneliti pada lokasi penelitian, terungkap bahwa hambatan-hambatan guru dalam melaksanakan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) ini, adalah: (1) pengetahuan dan pengelaman tentang Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) masih sangat terbatas, (2) kebanyakan guru masuh terbiasa mengajar dengan sistem memindahkan atau transfer pengetahuan, (3) santri belum terbiasa melakukan kompetensi-kompetensi yang akan dituju, (4) kepala sekolah dan kebijakan-kebijakan yang diterapkan tidak mendukung pelaksanaan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK), (5) kompetensi guru masih sangat rendah, (6) terbatasnya sumber dan dana pendidikan yang akan mengakibatkan kurangnya sarana dan prasarana pendidikan yang dipergunakan di dalam proses belajar mengajar. (7) Model pengajaran yang belum mapan untuk mendukung konsep KBK.

Secara terperinci, penulis telah melakukan grand tour pada bulan September dan Oktober 2005, dan menemukan beberapa fenomena umum antara lain:

Pimpinan pesantren menyelenggarakan program pendidikan dengan kurikulum SKB 3 Mentri dan kurikulum pesantren.

Muatan kuriklum SKB 3 Mentri dan kurikulum pesantren berbanding 30: 70. Hal ini berarti bahwa penyelenggaraan pendidikan di pesantren lebih mengedepankan kurikulum pesantren yang notebenanya adalah agama.

Tingkatan santri dalam belajar di bagi menjadi dua bagian, yaitu: Kelas 4, 5 dan 6 (sebanding dengan kelas 1, 2, dan 3 tingkat Tsanawiyah). Dan kelas 7, 8, dan 9 (sebanding dengan kelas 1, 2, dan 3 tingkat Aliyah).

Guru-guru yang mengajar pada tingkat Tsanawiyah juga mengajar pada tingkat Aliyah.

Pembelajaran dilaksanakan setiap hari senin sampai dengan minggu mulai pukul 07. 30 sampai dengan 12.15, kecuali hari jumat mereka libur.

Kegiatan ekstra kurikler dilaksanakan dimulai setelah sholat dzuhur sampai dengan sore hari.

Semua guru aktif mengajar sesuai dengan tugas dan jadwal yang telah ditentukan.

Pembinaan disiplin, bahasa dan ibadah serta pengawasan santri melibatkan santri yang lebih senior.

Santri yang akan keluar kampus harus terelbih dahulu memperoleh izin tertulis dari salah seorang guru.

Oleh karena itu, masalah-masalah yang berhubungan dengan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) dan hal-hal yang berkaitan dengan teknik operasionalnya di lapangan perlu dikaji lebih lanjut, agar pelaksanaan KBK ini dapat berjalan dengan baik dan pada akhirnya dapat meningkatkan kualitas pendidikan nasional kita.



Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan Kualitatif sebab peneliti ingin mendeskripsikan bagaimana sebenarnya model pembelajaran dengan berbasis kompetensi yang dilaksanakan oleh para pendidik di Pesantren Raudhatul Hasanah Paya Bundung Medan. Pendekatan ini dipilih juga karena peneliti tidak mengetahui sama sekali tentang bagaimana model pembelajaran berbasis kompetensi yang dilaksanakan di Pesantren tersebut. Di samping itu pendekatan ini memungkinkan peneliti mengumpulkan data yang kaya dan menyesuaikan dengan konteks. (Maxwell: 1996)

1. Melakukan pengumpulan data dengan observasi dan wawancara untuk lebih mendalami proses pembelajaran berlandaskan kompetensi di Pesantren Raudhatul Hasanah Paya Bundung Medan.

2. Mentranskrip hasil wawancara dari para responden penelitian.

3. Mereduksi data yang tidak relevan dengan permasalahan penelitian.

4. Menganalisa data yang telah direduksi.

5. Mengecek atau mengkonfirmasikan hasil/temuan penelitian kepada informan yang sekaligus berfungsi sebagai uji validitas data.

6. Menganalisa kembali data yang telah dikonfirmasikan kepada informan, dan

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan kualitatif atau deskriptif. Peneliti ingin mendeskripsikan tentang pelaksanaan pengajaran menggunakan KBK di Pesantren Ar-Raudhatul Hasanah Paya Bundung Sumatera Utara, karena itu penelitian ini relavan menggunakan metode kualitatif.



Kajian Terdahulu

Penelitian ini pada dasarnya membahas tentang model pengajaran Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) di Pesantren Raudhatul Hasanah Paya Bundung Medan. Sejauh yang peneliti ketahui mengenai hal tersebut, penelitian-penelitian yang berhubungan dengan model dan penerapan Kurikulum Berbasis Kompetensi masih sangat jarang ditemukan baik dalam bahasa Indonesia maupun dalam bahasa Inggris. Namun berikut ini akan dikemukakan beberapa naskah berupa buku yang dianggap memiliki hubungan dengan judul dan fokus penelitian ini, antara lain:

Salah satu proses penting yang layak dilalui adalah adanya pembaruan dalam model-model pendidikan. Pembaruan dalam model ini, bukan saja hendak mengoreksi cara mengajar, tetapi mengoreksi keseluruhan proses pembelajaran. Koreksi menyangkut cara belajar, cara berinteraksi guru dan murid, cara menyusun tempat pendidikan, cara melakukan rekrutmen murid dan guru, cara menyusun bahan ajar, dan seterusnya. (Anju: 2004).

Strategi Pembelajaran Berbasis Kompetensi oleh Martinis Yamin tahun 2005. Martinis Yamin mengembangkan mengenai beberapa hal yang berhubungan dengan: Strategi merancang tujuan instruksional, strategi memiliki metode instruksional, strategi penerapan standar kompetensi, dan strategi pengujian berbasis komptensi.

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi siswa dalam kemandirian berfikir antara lain: Asal sekolah, latar belakang siswa dan tingkat pendidikan. Asalah sekolah yang diklasifikasikan ke dalam dua bagian: asal sekolah umum dan pesantren. Temuan penelitian ini di antaranya mengungkapkan bahwa asalah sekolah yang berasal dari pesantren cenderung lebih mandiri dalam berfikir dari pada asal sekolah yang berasal dari umum (Ramlan Sitorus: 2000).

Temuan
Pondok Pesantren Raudhatul Hasanah Medan
Pada tanggal 18 Oktober 1982 bertepatan dengan dengan 1 Muharram 1403 diadakan pengajian pertama di rumah ustadz Usman Husni di dalam komplek Pesantren yang dihadiri oleh anggota pengajian tafsir beserta seluruh anak-anak yang menjadi santri pesantren. Di saat itulah diikrarkan berdirinya Pesantren Ar-Raudhatul Hasanah dengan jumlah santri sebanyak 16 orang (Assabiqun al awwalun).

Adapun para pendiri Pesantren Ar-Raudhatul Hasanah adalah: H. Hasan Tarigan (alm)., H. M. Arsyad Tarigan (alm)., H. Abdul Muthalib Sembiring, S.H., Drs. H. M. Ardyan Tarigan., Drs. H. M. Ilyas Tarigan., H. Goman Rusydi Pinem., Ir. H. Musa Sembiring (alm)., dr. H. Hilaluddin Sembiring., H. Panji Bahrum Tarigan (alm)., Prof. Dr, Hj. Mundiyah Mochtar., dr. H. Ja’far Tarigan., Ir. H. Sehat Keloko., H. Raja Syaf Tarigan., dr, H. M. Nurdin Ginting., dr, H. Benyamin Tarigan., dan Drs. H. Sya’ad Afifuddin Sembiring, M. Ec.

Meskipun dalam jumlah santri/wati yang sangat terbatas dan belum ada yang menetap di Pesantren, namun kegiatan belajar mengajar terus meningkat. Karena belum cukup maka santri/wati menetap (mukin) di rumah keluarga Paya Bundung.

Pesantren ini didirikan di atas lahan ± 80.000 M2 yang berlokasi di jalan Jamin Ginting Km. 11 Paya Bundung Simpang Selayang Medan Sumatera Utara 20135 Telp. (061). 8360135 Fax. (061). 8362536.

1. Badan Wakaf

Setelah berdirinya Pesantren pada tahun 1982 diikrarkan kegiatan dakwah ke tanah Karo setiap minggu dan pendirian sejumlah mesjid tetap dijalankan dengan baik. Dengan bantuan fiansial dari Atase Agama Saudi Arabia, Lembaga Dakwah Pesantren Ar- Raudhatul Hasanah telah membangun sejumlah mesjid di desa Juhar, Mbetong, Gunung Lau Kapor, Kidupen, Kuta bangun, Kuta Mbelin, Mbai-mbai Petarum, Lau Penghulu, dan Kampung Merdeka sehingga Pesantren Ar- Raudharul Hasanah cepat dikenal oleh masyarakat Sumatera Utara.

Dengan demikian semakin banyak orang tua yang memasukkan putra-putrinya ke Pesantren. Seiring dengan itu, tenaga pengajar terus bertambah dibaringi dengan peningkatan jumlah santri. Peran Ustadz Usman Husni cukup besar dalam upaya mendapatkan bantuan tenaga guru dari alumni Pondok Modern Gontor, sehingga masalah guru tidak pernah menjadi kendala yang berarti.

Berhubung semakin banyaknya permasalahan yang terus berkembang di Pesantren Ar- Raudhatul Hasanah dan untuk mengantisipasi perkembangan zaman, maka H. A. Muthalib Sembiring, SH., diberi tugas untuk membuat suatu konsep badan hukum Pesantren. Pada akhirnya, disepakati nama dan bentuk badan hukum Pesantren ini dengan nama Badan Wakaf Pesantren Ar- Raudhatul Hasanah yang diaktekan pada tahun 1986 dengan Notaris Djaidir, SH, No. 29.

Badan wakaf Pesantren Ar- Raudhatul Hasanah tentu mempunyai visi, misi dan program kerja. Program kerja yang telah terlaksana adalah bidang pendidikan yaitu dengan mendirikan Pesantren Ar- Raudhatul Hasanah. Sementara dalam bidang dakwah terus dikembangkan dengan melakukan kegiatan dakwah ke Tanah Karo, Deli Serdang, Dairi, dan Langkat Sumatera Utara.

2. Visi Badan Wakaf

Meningkatkan aqidah dan mengharap ridha Allah Swt dengan segala aspek kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara serta berkemampuan memelihara dan menyuburkan khasanah wakaf berlandasakan Al-Qur’an dan Sunnah dalam jama’ah Ahli Sunnah Wal- Jama’ah.

3. Misi Badan Wakaf

Membina sumber daya insani muslim yang beristiqamah guna mencapai derajat muttaqin dengan belajar yang berstruktur maupun tidak berstruktur. Selanjutnya, meningkatkan gerakan infaq, zakat, wakaf, dan sedekah sebagai modalmeningkatkan khasanah wakaf serta sumber daya insani tersebut.

4. Program-Program

Guna mencapai cita-cita yang digambarkan di dalam visi dan misi di atas, perlu direncanakan program yang dilaksanakan secara berkesinambungan yakni program jangka pendek, jangka menengah dan jangka panjang.

Program Jangka Pendek meliputi:

Meningkatkan efisiensi dan efektifitas keberadaan dan mekanisme kerja Badan Wakaf.

Meningkatkan kegiatan gerakan amal saleh dalam berinfak, zakat, wakaf dan sedekah.

Menyiapkan dan mengumpulkan data dan pemikiran guna mendirikan lembaga-lembaga lain di antaranya: Perguruan Tinggi Islam, Lembaga Dakwah, Lembaga Pelatihan, Lembaga Majelis Taklim dan Lembaga Ekonomi.

Membenahi dan meningkatkan efisiensi/efektifitas manajemen orgaisasi Pesantren Ar-Raudhatul Hasanah.

Meningkatkan pembangunan sarana dan prasarana Pesantren Ar-Raudhatul Hasanah.

Meningkatkan kesejahtraan para pendidik dan santri/wati.

Menertibkan personil serta administrasi Badan Wakaf dan Benda Wakaf.

Meningkatkan dan menjalin hubungan di dalam dan luar negri.

Program Jangka Menengah.

Membentuk lembaga-lembaga yang dibutuhkan.

Meningkatkan kegiatan gerakan amal saleh dalam berinfak, zakat, wakaf dan sedekah.

Mengusahakan berdirinya Pesantren unggulan.

Membentuk dan mendirikan Perguruan Tinggi yang dapat menghasilkan sarjana/cendekiawan muslim yang muttaqin.

Mengusahakan penampungan tempat pengabdian alumni Pesantren Ar-Raudhatul Hasanah dan Perguruan Tingginya.

Program Jangka Panjang yaitu:

Mengusahakan pemekaran pembentukan lembaga-lembaga.

Meningkatkan kegiatan amal saleh dalam berinfak, zakat, wakaf dan sedekah.

Meningkatkan sistem administrasi dan cara kerja berdasarkan kebutuhan.

Mengembangkan dan memekarkan Perguruan Tinggi Ar-Raudhatul Hasanah.



Struktur Organisasi Pesantren Raudhatul Hasanah

Pengurus Pesantren Tarbiyah Islamiyah Ar-Raudhahtul Hasanah Medan Sumatera Utara berlandaskan Surat Keputusan Badan Wakaf Pesantren Ar-Raudhatul Hasanah Nomor 02 Tahun 1999, Surat Keputusan Pimpinan Pesantren Ar-Raudhatul Hasanah Nomor 06 Tahun 2004 dan Anggaran Rumah Tangga Pesantren Tarbiyah Islamiyah Ar-Raudhatul Hasanah. Pengurus Pesantren yaitu:

Pimpinan :Drs. H.M. Ardyan Tarigan, MM

Wakil Pimpinan

Bidang Pendidikan : Drs. H. M. Ilyas Tarigan

Bidang Keuangan : Drs. M.Amin Tarigan, Ak

Direktur : Drs. Syahid Marqum

Wakil Direktur : Drs. Junaidi

Majlis Guru : Drs. Syahid Marqum

Drs. Basron Sudarmanto

Drs. Maghfur Abdul Halim

Drs. Rasyidin Bina

Drs. Junaidi

H. Solihin Addin, S. Ag

H. Abdul Wahid Sulaiman, Lc

Agis Nirodi Hasbullah, S. Ag

Sekretaris : Carles Ginting, B. Hsc

Mukhlis Ihsan, Amd

Yenni Kurniawi

Bendahara : Supar Wasesa, SE., MM

Evi Nora J. Lingga, SE

Koordinator

Bidang Pendidikan :H. Abdul Wahid Sulaiman, Lc

Bidang Pengasuhan : Drs. Rasyidin Bina

Bidang Kesejahteraan : Drs. Basron Sudarmanto

Bidang Usaha Milik Pesantren: Agis Nirodi Hasbullah, S. Ag

Bidang Litbang : M. Subhan, S. Ag

Struktur organisasi sebagaimana tertuang dalam kepengurusan di atas memiliki arti bagi perjalanan penelenggaraan organisasi pendidikan yang dikembangkan oleh Badan Wakaf. Berdasarkan struktur tersebut setiap personil dapat bekerja sesuai tugas dan tanggung jawab yang diberikan kepadanya dan bekerja sama dengan personil lainnya. Menurut Winardi (1990), struktur sebuah organisasi merupakan sistem formal hubungan–hubungan sejumlah orang dan kelompok untuk mencapai tujuan bersama.

Badan Wakaf mengangkat pimpinan umum pesantren, menetapkan staf pimpinan yang terdiri dari pimpinan, wakil pimpinan (bidang pendidikan dan bidang keuangan), direktur dan wakil direktur, majlis guru, sekretaris, bendahara, dan beberapa koordinator (bidang pendidikan, pengasuhan, kesejahteraan, usaha milik pesantren, dan penelitian dan pengembangan). Di samping itu juga ada Kepala Madrasah Tsanawiyah dan Aliyah.

Sejalan dengan hal di atas, Kast dan Rosinzweig yang diterjemahkan oleh A. Hasymi Ali (1979) struktur organisasi ditentukan berdasarkan: (1) Pola hubungan formal dan tugas-tugasnya, (2) Cara penugasan berbagai kegiatan atau tugas kepada berbagai berbagai bagai/atau orang, (3) Cara koordinasi berbagai kegiatan atau tugas (4) Kekuasaan/status dan hubungan hirarki, dan (5) Rencana dan formalisasi kebijaksanaan prosedur dan kontrol yang menuntun berbagai kegiatan dan hubungan antar berbagai orang dalam organisasi.

Struktur organisasi pesntren ini menentukan wewenang, administrasi, uraian tugas, diferensiasi dan integrasi tugas yang disesuaikan dengan tugas dan fungsi pesantren di dalam menjalankan kegiatan pendidikan Islam terpadu.



Pembahasan

Proses Belajar Mengajar Di Pesatren

Sebagaimana dikatakan oleh M. Arifin (1993), menyatakan bahwa proses belajar mengajar di sekolah pada hakikatnya adalah merupakan rangkaian proses komunikasi antara siswa dengan guru yang berlangsung atas dasar minat, bakat, dan kemampuan diri masing-masing siswa.

Demikian juga halnya dengan proses belajar mengajar yang terjadi di Pesantren Ar-Raudhatul Hasanah Paya Bundung Medan. Pendidikan dan pengajaran menekankan pada aspek kemampuan siswa untuk berkembang sesuai dengan minat, bakat yang dikomunikasikan oleh guru dengan cara yang mengedepankan potensi serta partisipasi dari siswa itu sendiri. Secara umum, proses belajar mengajar demikian dinamakan dengan transfer ilmu pengetahuan dan nilai-nilai dengan menggunakan kurikulum berbasis kompetensi.



Kurikulum

Dalam sistem pendidikan di pesantren terdapat dua istilah kurikulum, yakni: (1) Kurikulum pesantren, dan (2) kurikulum SKB 3 Mentri dalam hal ini dikeluarkan oleh Departemen Agama.

Yang dimaksud dengan kurikulum pesantren adalah kurikulum yang dirancang dan ditetapkan oleh pihak pengurus pesantren yang nota benenya didominasi oleh ilmu-ilmu agama. Biasanya penetapan kurikulum pesantren didasarkan kepada tujuan dari pesantren tersebut yang tertulis dalam visi, misi, maupun tujuan dari program jangka pendek dan menengah. Sedangkan kurikulum SKB 3 Mentri adalah kurikulum nasional yang dikeluarkan oleh Departemen Agama dengan memiliki muatan pelajaran agama ditambah dengan pelajaran umum. Mengenai perbandingan jumlah antara pelajaran agama dan umum pada suatu lembaga pendidikan Islam tergantung dari institusi yang bersangkutan, misalnya 30 : 70., 40 : 60., dan 50 : 50.

Sehubungan dengan adanya dua model kurikulum yang berkembang di Pesantren Ar-Raudhatul Hasanah Paya Bundung Medan, Kepala Madrasah (KM) menjelaskan bahwa salah satu latar belakang dimasukkannya kurikulum SKB 3 Menteri adalah agar santri setelah menamatkan pendidikannya dari pesantren ini dapat melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi lagi dan mampu kuliah di universitas-universitas negeri di Sumatera maupun di luar Sumatera dan juga agar para santri memiliki kemampuan yang lebih sehingga dapat berkompetisi dengan tamatan lain dan yang lebih penting lagi adalah supaya memiliki keterampilan dan tidak menganggur.

Untuk mencapai tujuan-tujuan sebagaimana yang tertulis di dalam visi, misi dari Pesantren Ar-raudhatul Hasanah Paya Bundung Medan, maka dalam penerapan proses belajar mengajar menerapkan pola yang berbasis santri. Artinya, santri lebih banyak diberi kesempatan untuk mencari, menemukan dan memutuskan berbagai informasi (materi pelajaran) yang disampaikan ustadz di kelas melalui latihan, bimbingan, dan sebagainya.

Berdasarkan fakta yang penulis temukan di lapangan bahwa sebenarnya pihak pesantren secara lebih khusus semua guru yang mengajar di lembaga tersebut belum banyak mengenal KBK, namun disadari atau tidak sebenarnya mereka telah menerapkannya di dalam proses belajar dan mengajar. Untuk itu, berikut ini akan diuraikan mengenai hal-hal yang berhubungan dengan:

1. Tujuan Pembelajaran Berbasis Kompetensi Yang Dikembangkan Guru

Secara umum tujuan pembelajaran di Pesantren Ar-Raudhatul Hasanah Paya Bundung Medan mengacu kepada tujuan pendidikan nasional yang berlaku, khususnya pada jenjang pendidikan lanjutan pertama dan menengah dengan penekanan khusus pada upaya mempersiapkan santri yang: (a) Menguasi bekal-bekal kemampuan dasar keulamaan /kecendikaan, kepemimpinan dan keguruan. (b) Mau dan mampu mengembangkan bekal-bekal dasar tersebut secara mandiri (long life education). Dan (c) Siap mengamalkannya di tengah-tengah masyarakat dengan ikhlas, cerdas, dan beramal.

Dengan demikian maka, semua proses pendidikan dan pengajaran yang dikembangkan di Pesantren ini mengarah kepada apa yang menjadi tujuan di atas. Salah satu pendekatan yang dipilih dan dikembangkan pihak Pesantren untuk mempercepat tercapainya tujuan-tujuan tersebut dilaksanakan pembelajaran menggunakan kurikulum berbasis kompetensi. Yang terpenting dari lulusan Pesantren ini adalah bagaimana seorang santri mampu mengerti, memahami, menghayati serta mengamalkan ajaran-ajaran Islam baik bagi dirinya sendiri dan di tengah-tengah masyarakat luas sebagai ssarana dakwah. Maka yang terpenting tidak lain adalah menerapkan proses belajar mengajar baik di kelas maupun di luar kelas dengan cara melatihkan kepada para santri agar semua materi yang diajarkan oleh para ustadz dapat terserap dengan baik dan bertahan lama di dalam ingatannya masing-masing. Meskipun pihak Pesantren atau pengurus Pesantren belum mengenal KBK, bagaimana cara menerapkannya di dalam proses belajar mengajar, dan apa manfaatnya bagi santri namun dalam prakteknya pendidikan dan pengajaran yang berlangsung di Pesantren ini menggunakan asas, prinsip-prinsip yang tidak lain adalah KBK itu sendiri. Sehingga dari model pendidikan dan pengajaran tersebut diharapkan dapat melahirkan santri-santri yang beriman, bertaqwa, cerdas, mandiri, serta memiliki akhlaqul karimah.

Berkaitan dengan tujuan pembelajaran berbasis kompetensi di Pesantren Ar-Raudhatul hasanah Paya Bundung Medan selanjutnya dapat disimpulkan adalah untuk menghasilkan para lulusan santri yang memiliki keunggulan baik secara competitive maupun keunggulan comparative.



2. Pengembangan Materi Pelajaran

Mata pelajaran yang disajikan di Pesantren Ar-Raudhatul Hasanah Paya Bundung Medan secara umum dapat diklasifikan menjadi dua bagian, yaitu: Mata pelajaran yang bercirikan agama, dan mata pelajaran yang bercirikan umum. Mata pelajaran agama berbasis kepada pelajaran-pelajaran Kitab Kuning dan kitab-kitab sejenis lainnya. Sementara mata pelajaran umum pada hakikatnya sama dengan mata pelajaran yang diberikan di tingkat sekolah menengah atas (SMA dan MA). Namun yang perlu diperjelas adalah baik mata pelajaran agama maupun mata pelajaran umum diajarkan dengan menggunakan kurikulum berbasis kompetensi.

Dalam pengajaran bahasa Inggris, para guru menggunakan cara-cara yang mengedepankan santri untuk menghafal dan berlatih mengucapkan kosa kata yang sudah dipelajari. Para santri dilatihkan untuk memberikan nama pada satu jenis tanaman dengan mengggunakan bahasa Inggris yang dituliskan pada secarik kertas kemudian ditempelkan pada tanaman yang dinamai tersebut. Sedangkan untuk pengajaran bahasa Arab para santri dilatih untuk secara aktif melakukan komunikasi baik di dalam maupun di luar kelas dengan cara menghafal kosa kata, saling bertanya dengan teman-temannya, menuliskan dengan kata-kata tertentu pada tempat-tempat yang banyak dikunjungi atau didatangi santri dengan kata-kata yang sesuai dengan tempat tersebut. Misalnya pada dinding kelas ditulis dengan kata ‘gurfah’, artinya kamar atau kelas. Metode mengajar Bahasa Inggris dan Bahasa Arab yang dikembangkan tersebut sangat membantu bagi para santri untuk memahami dan mampu berkomunikasi sehari-hari dengan sesama teman baik pada saat berlangsungnya proses belajar mengajar maupun di luar itu. Hal ini dapat dibuktikan kemampuan mereka berkomunikasi dengan kedua bahasa tersebut dalam waktu antara 3 sampai dengan 6 bulan.

Penjelasan yang dikemukan oleh oleh guru Bahasa Inggris dan Bahasa Arab kiranya sangat beralasan. Sebab di dalam salah satu kebijakan yang ditetapkan pimpinan Pesantren harus menguasai kedua bahas tersebut sebagai alat untuk berkomunikasi dengan orang lain secara global dan mendukung kualitas keilmuan para santri.

Menurut Martinis Yamin (2005: 133), menjelaskan bahwa kemampuan atau kompetensi dasar dalam suatu mata pelajaran mencakup beberapa aspek, seperti mata pelajaran bahasa Inggris dan bahasa Indonesia. Aspek-aspek tersebut sebaiknya mendapat porsi yang seimbang dan dilaksanakan secara terpadu. Kemampuan dasar, materi pokok, indikator yang dicantumkan dalam komptensi standar merupakan bahan minimal yang harus dikuasai oleh siswa. Kemampuan dasar adalah tujuan pembelajarn dari suatu materi yang akan diberikan kepada siswa sesuai dengan taksonomi Bloom.



3. Metode Pembelajaran

Secara historis, metode pembelajaran yang lazim dikembangkan dalam sistem pendidikan pesantren adalah: Wetonan, sorogan, dan hafalan. Metode pembelajaran wetonan disebut juga dengan bandongan adalah suatu metode kuliah di mana para santri mengikuti pelajaran dengan duduk di sekelilingnya kyai. Kyai membacakan kitab yang dipelajari saat itu, sementara santri menyimak kitab masing-masing dan membuat catatan. Sorogan adalah suatu metode kuliah dengan cara santri menghadap guru seorang demi seorang dengan membawa kitabyang kan dipelajri. Kitab-kitab yang dipelajari itu diklasifikasikan berdasarkan tingkatan-tingkatan. Ada tingkatan awal, menengah dan atas. Seorang santri pemula terlebih dahulu mempelajri kitab-kitab awal barulah kemudian diperkenankan mempelajri kitab-kitab pada tingkat berikutnya, dan demikianlah seterusnya.

Bagi pesantren yang sudah mengadaptasi ilmu-ilmu umum sebagai bagian dari mata pelajaran yang akan diajarkan (disebut dengan pesantren khalafi) tidak menggunakan tiga metode ini dalam proses pembelajaran. Pondok Pesantren Ar-Raudhatul Hasanah Paya Bundung Medan dapat digolongkan kepada jenis pesantren modren (khalafi) karena telah memasukkan berbagai mata pelajaran umum yang harus dipelajari santri, antara lain: Matematika, fisika, kimia, Bahasa Inggris, Bahasa Indonesia, dan sebagainya.

Berdasarkan hasil wawancara dengan kedua guru Bahasa Inggris dapat disimpulkan bahwa metode pembelajaran untuk mata pelajaran bahasa Inggris di Pesantren Ar-Raudhatul Hasanah Paya Bundung Medan telah melibatkan partisipasi santri untuk berbuat dan mencocokkan kosa kata kosa kata (words) dengan keadaan nyata yang ditemukan langsung oleh para santri. Pembelajaran demikian membawa kepada fakta yang sebenarnya sehingga bagi para santri lebih mudah dalam memahami materi pelajaran.

Salah satu ciri yang menonjol dalam pembelajaran berbasis kompetensi adalah bahwa para siswa dihadapkan dengan dunia nyata dan dengan dunia nyata yang dihadapinya tersebut para siswa tersebut mampu berbuat dengan yang sebenarnya. KBK yang diterapkan pada tahun 2004 memiliki 10 karakteristik pokok (Tim Penyusun Buku Bahasa Inggris Untuk Kelas 2 SMA, hlm. x – xi), yaitu:

1. Berpusat pada siswa. Siswa adalah pelaku utama dalam pembelajaran. Secara otomatis, setiap tahapan dalam kegiatan belajar mengjar harus memposisikan siswa sebagai subjek pembelajaran. Sebagi subjek, siswa merupakan produsen pencetus ide dan pembangun konsepsi.

2. Belajar dengan melakukan. Salah satu tuntutan KBK adalah bagaimana meningkatkan potensi siswa untuk menciptakan kecakapan hidup (Life Skill). Oleh karena itu, kegiatan belajar mengajar perlu memberikan pengalaman nyata bagi siswa melalui kegiatan yang menuntut siswa belajar dengan melakukan.

3. Mengembangkan Kemampuan Sosial. Kegiatan belajar mengajar yang baik dituntut sedapat mungkin membuka peluang bagi siswa untuk bersosialisasi. Hal ini akan menumbuhkan sikap menghargai perbedaan dan membiasakan hidup bekerja sama. Dengan demikian, kegiatan belajar mengajar harus dapat mengembangkan sikap empati siswa. Sikap itu akan membangkitkan saling pengertian untuk menciptakan suatu sinergi dalam memecahkan masalah.

4. Mengembangkan Keingintahuan, Imajinasi, dan Fitrah Bertuhan. Pada dasarnya setiap manusia memiliki rasa ingin tahu, kemampuan berimajinasi, dan fitrah bertuhan. Rasa ingin tahu dan kemampuan berimajinasi merupakan modal dasar dalam membangun ide-ide kreatif, peka, kritis, dan mandiri. Fitrah bertuhan mendorong manusia untuk menemukan diri sendiri dan memaknai hidup. Untuk itu Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) perlu dikelola sedemikian rupa agar mampu mengembangkan keingintahuan, imajinasi, dan fitrah bertuhan yang telah ada pada diri siswa.

5. Mengembangkan Keterampilan Memecahkan Masalah. Siswa memerlukan keahlian dan keterampilan yang berguna dalam hidupnya. Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) hendaknya dirancang agar mampu memberikan keterampilan kepada siswa untuk mengidentifikasi masalah, kemudian mampu memecahkannya.

6. Mengembangkan Kreativitas Siswa. Secara fitrah manusia dilahirkan sebagai seorang genius. Kegeniusan itu dapat dilihat dari kreativitasnya. Oleh karena itu, KBM perlu dirancang agar memberi kebebasan bagi siswa untuk berkreasi menurut pola pikir, imajinasi, dan fantasinya. Dengan kebebasan tersebut siswa diharapkan mampu menghasilkan suatu karya yang memberi manfaat bagi diri dan orang lain.

7. Mengembangkan Kemampuan Menggunakan Ilmu dan Teknologi. KBM akan bermakna jika dirancang dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Untuk itu, KBM dituntut untuk membuka peluang bagi siswa memperoleh informasi terkini dalam bidang iptek. Dengan menguasai iptek, siswa diharapkan dapat memecahkan masalah yang dihadapi dan hidup secara mandiri.

8. Menumbuhkan Kesadaran Sebagai Warga Negara Yang Baik. Kegiatan Belajar Mengajar perlu memberikan wawasan dan kesadaran akan nilai-nilai moral dan sosial yang dapat menjadi bekal bagi siswa untuk menjadi warga negara yang bertanggung jawab, selain menjadi warga negara yang menyadari akan hak dan kewajibannya.

9. Belajar Sepanjang Hayat. Belajar adalah proses yang berkelanjutan. Belajar tidak mengenal titik henti sebelum ajal datang menjemput. Oleh karena itu, KBM perlu dirancang agar dapat memotivasi siswa untuk senantiasa belajar sepanjang hidupnya.

10. Perpaduan Kompetisi, Kerjasama dan Solidaritas. Secara naluriah, manusia memiliki keinginan untuk bekerja sama. Secara naluriah pula, manusia memiliki untuk berkompetisi. Dua hal yang bertentangan itu jika dikelola dengan baik akan rasa solidaritas.

Sementara itu, penerapan metode diskusi dalam pembelajaran merupakan hal yang positif bagi santri dan Ustadz. Metode diskusi dilakukan untuk merangsang siswa agar dapat/mampu memberikan pokok-pokok pikiranya dengan cara-cara yang sistematis dan logis. Menurut Martinis Yamin (2005: 69) metode diskusi merupakan interaksi antara siswa dengan siswa, atau siswa denga guru untuk menganalisis, memecahlan masalah, menggali atau memperdebatkan topik atau permasalahan tertentu. Metode diskusi ini digunakan oleh guru apabila:

1. Menyediakan bahan, topik, atau masalah yang akan didiskusikn.

2. Menyebutkan pokok-pokok masalah yang akan dibahas atau memberikan studi khusus kepada siswa sebelum menyelenggarakan diskusi.

3. Menugaskan siswa untuk menjelaskan, menganalisis, dan meringkas pelajaran.

4. Membimbing diskusi, tidak memberi ceramah.

5. Sabar terhadap kelompok yang lamban dalam mendiskusikannya.

6. Waspada terhadap kelompok yang kebingungan atau berjalan dengan tidak menentu.

7. Melatih siswa dengan menghargai pendapat orang lain.

Berdasarkan kenyataan yang ditemui peneliti di lapangan menunjukkan kemampuan bahasa Arab dan bahasa Inggris yang dimiliki oleh para santri memang cukup menggembirakan, di mana dalam menjalankan aktivitas sehari-hari dan bahkan di dalam proses belajar mengajar mereka tetap menggunakan kedua bahasa tersebut sebagai alat komunikasi. Kemampuan bahasa yang dimiliki oleh para santri tidak terlepas dari peranan semua unsur civitas akademika pesantren terutama Pembimbing Bahasa yang tugas dan kewajibannya tertuang dalam Pasal 14 (Tata Tertib Pengurus Pesantren Tarbiyah Islamiyah Ar-Raudhatul Hasanah), yaitu:

1. Mengontrol pelaksaaan muhadatsah.

2. Mengontrol pelaksanaan pemberian kosa kata pagi hari.

3. Mengadakan lomba cerdas cermat dengan bahasa resmi.

4. Mengadakan tasyful lughah.

5. Berusaha meningkatkan bahasa di Pesantren Ar-Raudhatul Hasanah Paya Bundung Medan.

6. Mengadakan perbaikan bahasa yang salah.

7. Mengadakan lomba drama antara asrama dengan bahasa resmi.

8. Bekerjasama dengan pengasuhan dalam menentukan pengurus penggerak bahasa.

9. Membuat etalase khusus dan mengisinya dengan istiah-istilah/perbaikan bahasa.

10. Memanggil kelas Vdan VI yang melanggar bahasa dan memberikan sanksinya.

11. Mengadakan kegiatan-kegiatan yang bersifat meningkatkan bahasa, seperti lomba baca Kitab Kuning.

12. Menyusun kosa kata bahasa Arab dan bahasa Inggris dengan sepengetahuan koordinator bidang penelitian dan pengembangan.

13. Mengkoordinir pengembangan bahasa resmi bagi para guru.

14. Bertanggung jawab terhadap kursus bahasa.



4. Media Pembelajaran Yang Digunakan Guru

Dalam persfektif pembelajaran kurikulum berbasis kompetensi faktor media dan sumber belajar merupakan hal yang sangat mutlak dan diperlukan. Sehingga peluang dan tingkat keberhasilan suatu pembelajaran dengan pendekatan KBK ini cenderung dipengaruhi oleh ketersediaannya atas sejumlah media belajar yang ada. Namun demikian perlu pula direnungkan bahwa kelengkapan media dan sumber belajar yang digunakan dalam suatu pembelajaran bukanlah satu-satunya faktor pendukung dan penentu keberhasilan penerapan KBK dalam suatu lembaga pendidikan.

Pembelajaran yang menggunakan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) menyandarkan kepada suatu model pembelajaran yang tidak dibatasi oleh dinding-dinding sekolah, namun harus dapat melibatkan dan memanfaatkan seluruh sumber belajar yang mungkin dapat digunakan baik itu orang, benda, peristiwa, objek, fakta, dan lain sebagainya. Meskipun hanya media buku (kitab) yang digunakan dalam pembelajaran tetapi sebaiknya proses pembelajaran tersebut mengedepankan ciri-ciri dari penerapakan kompetensi.

Adapun yang menjadi ciri-ciri Kurikulum Berbasis Kompetensi adalah sebagai berikut:

1. Menekankan kepada ketercapaian kompetensi siswa baik secara individual maupun klasikal.

2. Berorientasi pada hasil belajar dan keberagaman.

3. Penyampaian dalam pembelajaran menggunakan pendekatan dan metode yang bervariasi (variatif).

4. Sumber belajar bukan hanya guru, tetapi juga sumber belajar yang lainnya yang memenuhi unsur eduakatif.

5. Penilaian menekankan kepada proses dan hasil dalam upaya penguasaan atau pencapaian suatu kompetensi (Pusat Kurikulum, Balitbang Depdiknas, 2002).

Evaluasi Pembelajaran

Pengukuran ini dapat dilakukan dalam bentuk ujian lisan, kuis, ulangan harian, pekerjaan rumah, ulangan semester, ujian akahir. Penentuan teknik ujian yang digunakan berdasarkan kompetensi dasar yang ingin dinilai an harus ditelaah oleh sejawat dala bidang studi yang sama. Hasil ujian yang telah didapatkan, selanjutnya dianalisis untuk menentukan tindakan perbaikan, berupa program remedial. Apabila nanti ditemui sebagian besar siswa di atas 75 % belum menguasai suatu kemampuan dasar, maka dilakukan lagi proses pembelajaran, sedangkan yang telah menguasai diberi tugas pengayaan untuk masing-masing siswa.

Dalam mendapat pengukuran kompetensi dasar siswa-siswa yang diajarkan, kita perlu membuat alat penjaringan informasi berupa tagihan-tagihan. Tagihan-tagihan ini kita rancang sedemikian rupa dan bervariasi, sehingga merupakan sistem dalam pengujian kompetensi dasar siswa, yang berkaitan dengan kognitif ataupun psikomotorik, antara lain:

a. Pertanyaan lisan di kelas: Materi yang ditanyakan berupa pemahaman konsep, prinsip, atau teorema. Pertanyaan ini kita lemparkan kepada siswa-siswa, kemudian diberikan kesempatan mereka untuk berfikir, kemudian kita pilih secara acak untuk menjawab pertanyaan tadi. Jawaban tersebut diberi kebebasan mereka mengeluarkan gagasannya, benar atau salah jawaban yang didapat dari siswa, selanjutnya kita lempar lagi kepada siswa untuk mendapat klarisifikasi jawaban yang pertama. Setelah itu guru dapat menyimpulkan tentang jawaban siswa yang benar. Pertanyaan ini dapat dilakukan pada awal, atau akhir pelajaran.

b. Kuis: Pertanyaan yang diajukan kepada siswa dalam waktu yang terbatas, kurang lebih 15 menit, pertanyaan tersebut berupa option atau jawaban singkat, kuis ini untuk mendapat gambaran meteri sebelumnya, yang telah diajarkan kepada mereka. Waktu pelaksanaan kuis pada umumnya di awal pelajaran. Manakala kita menemui materi yang telah kita uraikan sebelumnya, sebagian siswa masih ada yang belum menguasainya, sebaiknya guru menjelaskan kembali secara singkat materi tersebut.

c. Ulangan Harian: Ulangan harian ini dapat dilakukan secara periodik, misalnya 1 atau 2 setiap materi pokok yang selesai diajarkan. Guru dapat membuat soal dalam bentuk objektif dan non objektif. Tingkat berfikir yang terlibat mencakup pemahaman, aplikasi, dan analisis.

d. Tugas individu: Tugas individu dapat diberikan setiap minggu dengan bentuk tugas/soal uraian objektif atau non-objektif. Tingkat berfikir yang terlibat sebaiknya aplikasi, analisis, bila mungkin sampai sintesis, dan evaluasi. Tugas individu untuk mata pelajaran tertentu dapat terkait dengan ranah psikomotor, seperti menugasi siswa untuk melakukan observasi lapangan dalam Biologi atau menugasi mereka untuk latihan seperti tari, musik, renang , olahraga lainnya dalam mata pelajaran pendidikan kesenian, dan pendidikan jasmani.

e. Tugas kelompok: Tugas kelompok ini digunakan untuk menilai kemampuan kerja kelompok. Bentuk soal yang digunakan adalah uraian dengan tingkat berfikir yang tinggi yaitu aplikasi sampai evaluasi. Para siswa dianjurkan mencari data lapangan atau melakukan pengamatan terhadap sesuatu fenomena, atau membuat suatu kegiatan yang terencana dan dilakukan berkelompok, tugas ini menekankan pada penilaian psikomotor.

f. Ulangan semester: Adalah ujian yang dilakukan pada akhir semester, dengan bentuk soal ujian pilihan ganda atau uraian, campuran pilihan ganda dan uraian, atau boleh semuanya dalam bentuk uraian . Materi yang diujikan berdasarkan kisi-kisi soal. Tinkat berfikir yang terlibat mulai dari pemahaman sampai dengan evaluasi.

g. Ulangan kenaikan kelas:Ujian kenaikan kelas sama dengan ujian semester, karena materi yang diuji untuk satu tahun pelajaran.Akan tetapi materinya harus mengacu pada materi yang essensial, berkelanjutan, memiliki nilai aplikatif.

h. Laporan kerja praktik atau laporan praktikum: Mata pelajaran yang dapat dilakukan dalam bentuk praktik, dan laboraterium adalah mata pelajaran tertentu seperti Fisika, Kimia, dan Biologi.

i. Responsi atau ujian pratik: Responsi yang dilakukan adalah mata pelajaran yang berkaitan dengan praktik dan laboraterium, seperti Bahasa (Inggris maupun Indoensia), Fisika, Kimia dan Biologi. Responsi atau ujian praktik digunakan untuk mengetahui penguasaan akhir siswa terhadap materi pelajaran pada tingkat kognitif dan psikomotorik.

j. Ujian Akhir: Bentuk soal yang digunakan hampir sama pada ujian semester, kenaikan kelas akan tetapi cakupan materi lebih luas dari ujian kenaikan kelas.



Penutup

Kesimpulan

Berdasarkan uraian pada temuan umum dan khusus penelitian, selanjutnya dapat ditarik beberapa kesimpulan, yaitu:

Lembaga pendidikan Pesantren Ar-Raudhatul Hasanah dengan Madrasah Aliyah diselenggarakan dengan model satu paket. Artinya, Madrasah Aliyah adalah dikembangkan dengan dasar pikiran untuk mengembangkan lulusan dari pesantren yang berbasis agama. Dengan adanya lulusan Madrasah Aliyah diharapkan para santri mampu melakukan adaptasi dan berkompetisi dengan lingkungan secara lebih luas.

Proses pendirian Pesantren dimulai pada tanggal 18 Oktober 1982 bertepatan dengan dengan 1 Muharram 1403 diadakan pengajian pertama di rumah ustadz Usman Husni di dalam komplek Pesantren yang dihadiri oleh anggota pengajian tafsir beserta seluruh anak-anak yang menjadi santri pesantren. Di saat itulah diikrarkan berdirinya Pesantren Ar-Raudhatul Hasanah dengan jumlah santri sebanyak 16 orang (Assabiqun al awwalun). Tokoh-tokoh masyarakat yang terlibat secara langsung adalah: H. Hasan Tarigan (alm)., H. M. Arsyad Tarigan (alm)., H. Abdul Muthalib Sembiring, S.H., Drs. H. M. Ardyan Tarigan., Drs. H. M. Ilyas Tarigan., H. Goman Rusydi Pinem., Ir. H. Musa Sembiring (alm)., dr. H. Hilaluddin Sembiring., H. Panji Bahrum Tarigan (alm)., Prof. Dr, Hj. Mundiyah Mochtar., dr. H. Ja’far Tarigan., Ir. H. Sehat Keloko., H. Raja Syaf Tarigan., dr, H. M. Nurdin Ginting., dr, H. Benyamin Tarigan., dan Drs. H. Sya’ad Afifuddin Sembiring, M. Ec. Dalam proses pengembangannya, kegiatan dakwah yang dilakukan di daerah-daerah terutama di Kabupaten Karo dapat menarik minat masyarakat dan orang tua untuk memasukkan anaknya ke lembaga ini.

Ada tiga tujuan dasar dari pendirian Madrasah Aliyah, yaitu: (a) Menguasi bekal-bekal kemampuan dasar keulamaan/kecendikaan, kepemimpinan dan keguruan. (b) Mau dan mampu mengembangkan bekal-bekal dasar tersebut secara mandiri (long life education). Dan (c) Siap mengamalkannya di tengah-tengah masyarakat dengan ikhlas, cerdas, dan beramal.

Untuk mencapai ketiga tujuan dasar sebagaimana yang tertulis pad poin ke-3, maka Pesantren Ar-Raudhatul Hasanah Paya Bundung Medan mengadopsi serta mengadaptasi Kurikulum Berbasis Kompetensi dalam sebagai salah satu model pembelajaran yang dikembangkan untuk meningkatkan pengalaman dan kompetensi santri.

Model pembelajaran yang dikembangkan periode berlakunya kurikulum 1994 adalah masih berorientasi pada tujuan. Artinya suatu pembelajaran hanya diarahkan bagaimana para santri agar meningkat prestasi belajarnya. Namun setalah berlakunya Kurikulum Berbasis Kompetensi atau disebut dengan kurikulum 2004 model pengajaran berubah meskipun tidak secara keseluruhan.

Rekomendasi

Beberapa saran yang diajukan dalam penelitian ini adalah:

1. Kepada Pimpinan Pesantren agar membuat beberapa kebijakan yang berhubungan dengan pertama, Prekrutan guru harus sesuai dengan kompetensi dan keahlian yang dimiliki serta dibutuhkan oleh lembaga; kedua, Menyediakan berbagai informasi dan kurikulum yang berhubungan dengan KBK; Melakukan program dan kegiatan untuk meningkatkan wawasan, profesionaitas, serta kemampuan guru dalam melaksanakan pembelajaran yang dapat ditempuh dengan cara, antara lain: a) Memberikan kesempatan bagi guru untuk melanjutkan pendidikan pada jenjang yang lebih tinggi, b) Menghadirkan guru-guru untuk ikut pelatihan tentang KBK, dan menghadirkan pakar yang kompeten dalam KBK di Pesantren; ketiga, Peningkatan fasilitas dan sumber belajar yang memungkinkan untuk digunakan dalam proses pembelajaran melalui kerjasama dengan pihak pemerintah maupun swasta dan para stakeholders yang ada di Sumatera Utara.

2. Kepada Kepala Madrasah agar dan guru agar lebih meningkatkan intensitas dan kualitas pembelajaran yang berbasis kompetensi.

3. Kepada para santri kiranya dapat berpartispasi dalam pembelajaran yang memungkinkan tergalinya seluruh potensi serta kemampuan yang dimilikinya, sehingga mampu mengaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari baik kepada baik secara individual maupun komunal.



Penulis adalah dosen Fakultas Tarbiyah IAIN Sumatera Utara dan mendapat gelar Master dari Program Pasca Sarjana IAIN Sumatera Utara.



Pustaka Acuan

Ahshan, HH. Mc., Competency-Based Education and Behavioral Objectives, New- Jersey: Educatinal Technology Publications, Englewood Cliffs, 1989.



Block, James H., Mastery Learning: Theory And Practice, New York: Holt, Rinehart and Winston, Inc., 1971



Bogdan, Robert, and Biklen, Sarinopp, Qualitative Research on Education: an Introduction to the Theory and Methods, Boston: Allyn and Bacon, 1992



Bogdan, Robert, and Taylor, SJ., Pengantar Metode Penelitian Kualitatif, (terjemahan A. Khozin Affandi), Surabaya: Usaha Nasional, 1992



Bratton, Barry, Professional Competences and Certification In The Instructional Technology Field. Colarado: Englewood Cliffs, Inco., 1991



Daulay, Haidar Putra, Sejarah Pertumbuhan dan Pembaruan Pendidikan Islam di Indonesia. Terbitan Pertama. Bandung: Citapustaka, 2001.



Deska, Djoly, Memahami Teaching for Learning, dalam Majalah Pendidikan Gerbang, Edisi 10 Tahun. III April, Yogyakarta: Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, 2004



Dwivedi, Anju, Metodologi Pelatihan Partisipatif, cet. 2, Yogyakarta: Pondok Edukasi, 2004



Faisal, Sanafiah, Penelitian Kualitatif, Malang: YA3, 1990



Hasponizar dan Amiruddin, Syarida, Teknik dan Prosedur Implementasi Kurikulum 2004, Makalah disajikan pada kegiatan Pelatihan Sosialisasi Kurikulum Bagi Kepala Madrasah Aliyah Tanggal 26 sampai dengan 28 Januari 2004, Pusat Pengembangan Penataran Guru ( PPPG ) Kejuruan – Ditjend DIKDASMEN – DEPDIKNAS bekerjasama dengan Proyek Pembinaan Perguruan Agama Isalm Tingkat Menengah Depag, 2004.



Joni, T. Raka, Cara Belajar Siswa Aktif: Implikasinya Terhadap Sistem Penyampaian, Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, 1997.



Kaufman, Roger A., Educational System Planning, New Jersey: Englewood Clifs, 1992



Kebijaksanaan Umum Pendidikan Kurikulum Berbasis Kompetensi Pendidikan Dasar dan Menengah, Jakarta: Depdiknas Pusat Kurikulum, 2001



Kurikulum Berbasis Kompetesnsi: Penilaian Berbasis Kelas SEjarah Kebudayaan Islam Madrasah Aliyah, edisi Juni 2003, Jakarta: Departemen Agama Direktorat Jenderal Kelembagaan Agama Islam Direktorat Madrasah dan Pendidikan Agama Islam pada Sekolah Umum.



Linclon, Yvonna S., and Guba, Egon G., Naturalistic Inquiry, New Delhi: Sage Psublication, 1985.



Mardapi, Djemari, Kurikulum 2004 Pedoman Umum Pengembangan Silabus Berbasis Kompetensi SMA.Yogyakarta: Tim Pengembang Pedoman Umum Pengembangan Silabus Departemen Pendidikan Nasional Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah, 2003.



Mardapi, Djemari, Pedoman Umum Pengembangan Silabus Berbasis Kompetensi Kurikulum 2004 SMA, Jakarta: Departemen Pendidikan Nasioanal Direktorat Pendidikan Dasar dan Menengah Direktorat Pendidikan Menengah Umum, 2003



Maxwell, Joseph A., Qualitative Research Design: an interactive approach, California: Sage Publication, 1996



Miles, Matthews B., dan Huberman, AM., Analisis Data Kualitatif, (Terjemahan Rohidi), Jakarta: Universitas Indonesia, 1986



Moleong, Lexy Z., Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: Remaja Rosdakarya, 1989



Mulyasa, E., Kurikulum Berbasis Kompetensi: Konsep, Karakteristik dan Implementasi, Jakarta: PT. Gramedia, 2002.



Mulyasa, E., Pedoman Manajemen Berbasis Madrasah, Jakarta: Departemen Agama RI Direktorat Jenderal Kelembagaan Agama Islam, 2003.



Nasution, Sofyan, Metode Penelitian Naturalistik Kualitatif. Bandung: Tarsito, 1998.



Nur, Agustiarsyah, Peralihan Manajemen Pendidikan Dari Sistem Sentralisasi keDesentralisasi, Orasi Ilmiah yang disampaiakan pada acara pengukuhan Guru Besar, Padang: Universitas Negeri Padang, 2000.



Nurhadi, Apa Itu Pendekatan Kontekstual?, Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Direktorat Pendidikan Lanjutan Pertama, 2003



Semiawan, Conny, dkk., Pendekatan Keterampilan Proses, Jakarta: PT.Gramedia, 1985



Siskandar, Teknologi Pembelajaran Dalam Kurikulum Berbasis Kompetensi, Makalah disampaikan pada Seminar Nasional Teknologi Pembelajaran Pada Tanggal 22-23 Agustus 2003. Jogyakarta: 2003.



Spredley, James P., Participant Observation, New York: Rinehart and Wiston, 1980



Surakhmad, Winarno, Kurikulum Sekolah Berorientasi Pada penguasaan Kompetensi Peserta didik dalam Belajar matematika, Yogyakarta: PPPG Matematika, 2002.



Suryosubroto, B., Proses Belajar Mengajar di Sekolah: Wawancara Baru, Beberapa Metode Pendukung, dan Beberapa Komponen Layanan Khusus. Jakarta: PT.Rimeka Cipta



Tim Penyusun Buku Pendidikan Agama Islam Untuk Kelas II SMA, Jakarta: Departemen Agama Republik Indonesia, 2004.



Williams, David, Penelitian Naturalistik, (Terjemahan Moleong), Jakarta: PPS IKIP Jakarta, 1989.



Yamin, Martinis, Strategi Pembelajaran Berbasis Kompetensi. Cetakan Ketiga. Jakarta: Gaung Persada Press, 2003.

SULTAN KARO Designed by Templateism | Blogger Templates Copyright © 2014

Gambar tema oleh richcano. Diberdayakan oleh Blogger.